9:11 PM

STATEMENT SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO X
MENGAPA KEISTIMEWAAN “DIY” HARUS DIPERTAHANKAN


Sebagaimana Surat Presiden RI no.R-99/Pres/12/ 2010 tanggal 16 Desember 2010 perihal Rancangan Undang-undang tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK Prov DIY) yang telah disampaikan kepada DPR RI beberapa waktu yang lain, dan ditindak lanjuti dengan penyampaian keterangan pemerintah atas RUUK Prov DIY yang telah disampaikan pada Rapat Kerja Komisi II DPR RI pada tanggal 26 Januari 2011, ada beberapa hal yang perlu mendapat respon baik dari aspek tinjauan secara umum maupun khusus atas materi yang dimaksud.


TINJAUAN SECARA UMUM

Salah satu aspek penting yang barus dijawab dalam menyusun sebuah undang-undang adalah apa yang menjadi argumentasi, rasioanlitas atau relevansi tentang perlunya disusun sebuah undang-undang. Dalam konteks DIY paling tidak terdapat beberapa alasan dapat saya sampaikan sebagai berikut:


Alasan Historis

DIY berasal dari dua kerajaan yang berkuasa dijaman sebelum RI lahir, yakni Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Eksistensi kedua kerajaan tersebut telah mendapat pengakuan dari dunia internasional, baik pada masa penjajahan Hindia Belanda, Inggris maupun Jepang. Ketika Jepang meninggalkan Indonesia, kedua kerajaan tersebut telah siap menjadi sebuah negara sendiri, lengkap dengan sistem pemerintahannya (susunan asli), wilayah, dan penduduk/rakyatnya.

Selanjutnya ketika mendengar berita Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) dan Sri Paku Alam VIII keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian mengirim surat kawat kepada Presiden Ir.Soekarno (Presiden pertama terpilih NKRI) yang berisi ucapan Selamat dan sikap politik (menanggapi permintaan/lamaran Ir.Soekarno untuk mengajak fusi DIY kedalam NKRI) untuk bergabung dengan RI. Selanjutnya sikap tersebut dibalas dengan sikap istimewa dari Presiden Soekarno berupa pemberian Piagam Penetapan tertanggal 19 Agustus 1945, yang intinya Presiden Soekarno menetapkan Sri Sultan HB IX dan Sri Paku Alam tetap pada kedudukannya dengan kepercayaan akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga untuk keselamatan DIY sebagai “bagian” dari NKRI.

Pada tanggal 5 September 1945, Sri Sultan HB IX mengeluarkan amanat yang kemudian dikenal sebagai AMANAT 5 SEPTEMBER 1945 yang isinya:

Pertama: bahwa Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat Kerajaan adalah daerah Istimewa dari NKRI.

Kedua: bahwa kami (Sri Sultan HB IX dan Sri Paku Alam VII) sebagai kepala daerah memegang kekuasaan dalam negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam negeri Ngayogyakarta mulai saat ini berada di tangan kami (Sri Sultan HB IX dan Sri Paku Alam VII).

Ketiga: bahwa hubungan antara Negeri Ngayogyakarta dengan pemerintah pusat bersifat langsung dan kami (Sri Sultan HB IX dan Sri Paku Alam VII) bertanggung jawab atas negeri kami langsung kepada Presiden RI .

Hal yang sama juga dibuat oleh Sri Paku Alam VIII.

Dalam perkembangannya, wilayah nagari Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualam menjelma lebur menjadi DIY, yang selanjutnya diatur (dan ditetapkan secara de facto dan de jure melalui) Undang-undang no.3/tahun 1950 tentang Pembentukan DIY. Peristiwa sejarah tersebut yang melandasi pengakuan hukum atas DIY, dan fakta berikutnya dengan berbagai pertimbangan Yogyakarta ditetapkan menjadi kota Republik Indonesia dari tahun 1946-1949.


Lanjutan alasan Filosofis dan Yuridis 
alasan Sosiologis dan Teoritis